PERTEMUAN ANTARA MURID DAN GURU YANG MENGUBAH DUNIA
Mavlana Jalaluddin Mohammad Maulavi yang lebih dikenal dengan sebutan Rumi hingga kini namanya masih bersinar terang berkat karya-karyanya yang memukau. Pemikiran dan karyanya yang berbahasa Parsi telah menyebar ke segenap penjuru dunia dan diterjemahkan ke pelbagai Bahasa.
Mavlana Jalaluddin al-Rumi adalah arif dan penyair terkemuka Parsi abad ke 7 hijriah atau abad ke 13 masehi. Ayahanda beliau, Baha Valad memutuskan untuk meninggalkan Balkh, karena situasi politik dan sosial di kota itu yang tidak lagi kondusif akibat ancaman serangan Mongol. Bersama keluarganya, beliau menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanan mereka singgah di perbagai kota besar seperti Nisabur, Baghdad, Syam hingga Hijaz.Rumi memiliki berbagai karya agung antaranya Makatib, Fihi Ma Fihi dan Majalis Sab’ah dalam bentuk nasr. Di bidang syair, ada Divan Kabir dan Matsnawi Maknavi. Selain Makatib yang terdiri dari sebahagian surat Rumi kepada seseorang dan tokoh terkemuka di zamannya.
Syair Rumi disusun oleh murid setianya, Hessamuddin Chilbi, dan ia juga membacakan kembali syair yang ditulisnya kepada Rumi untuk disemak. Kitab Fihi Ma Fihi dan Majalis Sab’ah juga dikumpulkan oleh para muridnya. Fihi Ma Fihi adalah kitab yang merupakan catatan dialog Rumi di pelbagai pertemuan dan kelas pengajian.
Divan Kabir yang dikenal dengan nama Divan Shams berisi 6000 bait syair yang terdiri dari ghazal, rubaiyah dan tarjiat Maulavi. Alasan penamaan kitab syair ini menjadi Divan Shams Tabriz, kerana seluruh syair yang ditulis oleh Rumi dalam buku ini lahir setelah pertemuannya dengan Shams, yang mengubah jalan hidupnya. Selain itu, ghazal dalam buku tersebut didedikasikan untuk mengingat Shams Tabrizi.
Menurut peneliti sastra Pearsi, Shafeie Kadkani, unsur-usur afeksi dalam syair Maulavi dari awal hingga akhir menunjukkan keluasan horizonnya. Peneliti sastera Parsi tersebut menuturkan, “Horizon pemikirannya seluas semesta, dan masalah partikular dan menengah tidak muncul dalam syairnya.”
Hal tersebut disebabkan karena penguasaan Maulavi terhadap ilmu aqli sangat tinggi. Beliau juga sangat menguasai ilmu-ilmu naqli. Selain pelbagai pengetahuannya yang tinggi tersebut, Maulavi juga menggunakan pengalaman yang diperolehnya dalam kehidupan ini sebagai bekal untuk memandang masalah dengan kedalaman dan keluasan horizonnya.
Keluasan alam semesta, dari awal hingga akhir dunia, hubungan Tuhan dan dunia, wahdatul wujud, dan akhirnya masalah manusia serta unsur-unsur yang berkaitan dengannya seperti cinta, kebebasan, kesempurnaan dan jalan yang menghubungkan manusia menuju Tuhan, termasuk pemikiran mendasar yang dituangkan Maulavi dalam bentuk syair yang menawan.
Keluasan horizon imajinasi Maulavi, awal dan keabadian saling terikat dan digambarkan dalam bentuk syair yang menarik. Para pengkritik sastera menilainya sebagai karya baru dan original. Maulavi menilai keindahan dalam kesederhanaan dan kenaturalan sesuatu. Ia menggunakan terma baru dan lama dengan metafora yang memukau.
Doktor Shafeie Kadkanie berkeyakinan bahwa “Kelahiran baru Maulavi terjadi ketika pertemuannya dengan Shams Tabrizi”. Shams-i-Tabrizi atau Shams al-Din Malekdad Tabrizi adalah orang Tabriz, wilayah Azerbaijan Timur Iran (sekarang), dan wafat di Khoy, Wilayah Azerbaijan Barat.
makam Shams al-Din malekdad Tabrizi di Khoy
menara bersebelahan makam Shams al-Din Malekdad Tabrizi
Sang Guru Shams Tabrizi
Shams dikenali sebagai guru spiritual kepada Maulavi. Bahkan Maulavi menulis karya sebagai bentuk penghormatan kepada gurunya itu yang berjudul Divan-i Shams-i Tabrizi. Makam Shams-i Tabrizi dicalonkan sebagai kawasan Warisan Dunia UNESCO.
Mengenai latar belakang kehidupan Shams, tidak banyak yang dikupas oleh para sejarawan. Kebanyakannya bersandar kepada perkataan dan syair Maulavi mengenai gurunya itu. Menurut pengakuan Maulavi sendiri, Shams adalah orang yang mengenalkan cinta bukan falsafah pemikran sebagai jalan menuju kebenaran.
Menurut Sipah Salar, teman rapat Mavlavi Rumi yang menghabiskan 40 tahun bersamanya, Shams adalah putera Imam Ala al-Din. Dalam sebuah karya berjudul Manaqib al-'Arifīn (Eulogi Gnostik), Aflaki menyebut nama Ali sebagai Ayah Shams-i Tabrizi dan abangnya bernama Malik Dad. Menurut Aflaki juga, mendasarkan perkiraan Haji Bektasy Wali dalam bukunya Maqālāt, Shams tiba di Konya pada usia 60. Namun, sebagian sarjana meragui kesahihan pendapat tersebut.
Shams menerima pendidikan di Tabriz dan merupakan murid dari Baba Kamal al-Din Jumdi. Sebelum bertemu Rumi, ia melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain sebagai penenun benang dan menjualnya untuk memenuhi keperluan hidupnya.
Haji Bektasy Wali dalam bukunya menjelaskan seorang pemuda dengan busana serba hitam dari kepala sampai kaki datang ke sebuah penginapan di Konya, namanya Shams-i Tabrizi. Dia menggelarkan dirinya sebagai Sufi yang berkelana. Dia sedang mencari sesuatu di Konya, dan akhirnya bertemu dengan Maulavi.
Sesuai penjelasan Maqālāt, pada akhir Jamadil Akhir tahun 642 Hijriah (akhir Oktober 1244 M) Shams memasuki Konya. Pertemuan antara Shams dan Maulavi terjadi yang dimulai dengan soal jawab. Kemudian setelah 16 bulan terjadi interaksi secara hangat antara Maulavi dan Shams, Shams kemudiannya mengunjungi Konya untuk berjumpa Maulavi tahun 643 Hijriah (1245 M).
Pertemuan Maulavi dengan Shams menimbulkan perubahan besar dalam dirinya. Kehadiran Shams di Konya membawa warna baru bagi Rumi. Maulavi sendiri termasuk orang yang tekun belajar sekaligus sebagai mufti besar di zamannya. Selain menguasai dengan baik ilmu-ilmu keislaman, ia mengenal dengan baik tasawuf dan Irfan. Tapi selepas pertemuan dengan Shams, Maulavi seolah menemui jalan baru, yang tidak ditemuinya di masa lalu. Profesor sastera Parsi, Doktor Sirus Shamisa mengutip syair Maulavi menjelaskan:-
“Hangus, dari mentah menjadi matang,(az khami beh pokhtegi rasideh bod, sokht)”.
Jika perjalanan hidup Maulavi dituliskan dengan tiga kalimat, “Dulu mentah, lalu matang dan terbakar. (Kham bodam, pokhteh shodam, sokht)”.
Profesor Zerin Koub dalam bukunya Tangga-tangga menuju Tuhan menjelaskan tentang pertemuan penting antara Maulavi dan Shams. Pakar sastera Parsi ini menuturkan,:
“Pertemuan dengan orang asing yang berkarismatik mengubah kehidupan faqih dan ulama besar Iran di Konya, dan bagi Maulana menjadi awal kehidupan baru. Kehidupan baru seorang zahid dan khatib menjadi seorang arif dan pencinta.”
Divan Shams Tabrizi
Di hadapan Shams, Maulavi seolah kelihatan sebagai menjadi murid yang baru belajar alif ba ta, dan dituntun menuju tiap tangga maknawi yang harus ditempuhnya. Maulavi menyatakan:
Zahed keshvari bodam saheb manbari bodam
Kard ghaza mara eshgh-o kap zanan to
(dahulu zahid, sang pemilik mimbar
tapi jadi pencinta di telapak tanganmu)
Shams al-Tibrizi: source wikipedia
Apa yang disampaikan Shams sebenarnya telah dipelajari dan dijalankan oleh Maulavi sebelum bertemu dengannya. Shams membawa Maulavi menuju alam maknawi yang dahulu dipelajarinya di rumah Bersama ayahndanya ketika masih kecil. Shams mengingatkan Maulavi dan membimbingnya menuju jalan ketaatan kepada Tuhan dan melepaskan kecintaan kepada dunia dengan jalan cinta. Sebab, keterikatan terhadap dunia menjadi penghalang mencapai Tuhan, sekaligus hijab untuk mencapai fana fillah.
Menurut Zerin Koub, ‘Maulavi menghabiskan usianya untuk mencari Allah dan dunia ghaib. Meskipun sibuk memberikan nasehat kepada masyarakat dan pelajaran kepada para muridnya, tapi ia tidak pernah meninggalkan pencarian menuju kebenaran. Baginya, Shams adalah kepingan dari alam maknawi. Kehadiran Shams membawa Maulavi menuju insan kamil dan cita-citanya’.
Ketika itu Maulavi menutup (meninggalkan) kelas yang dipunyainya. Ceramah dan pelajarannya dihentikan. Sebagai gantinya ia menghadiri majlis Shams. Tentu saja kehadiran Maulavi di majlis itu membuat suasana semakin meriah.
Penutupan kelas dan ceramah Maulavi membuat sebahagian muridnya kecewa. Mereka menuduh Shams sebagai penyebabnya. Sebahagian dari murid Maulavi mulai melakukan tindakan tercela terhadap Shams supaya Maulavi kembali mengajar dan meninggalkan Shams. Akhirnya Shams meninggalkan Konya tanpa pesan kepada Maulavi hingga setahun lamanya tanpa kabar.
ketidakhadiran Shams menimbulkan masalah bagi Maulavi. Ia mula menjadi murung dan tidak mahu menyampaikan kuliah dan ceramah. Kemudian, Maulavi mengirimkan pengikutnya untuk mencari Shams, tapi mereka tidak menemui tanda-tanda hingga surat Shams dari Damsyik sampai ke tangan Maulavi. Akhirnya Maulavi sendiri pergi menemui Shams.
Profesor Annemarie Schimmel dalam bukunya ‘Keagungan Shams’ menjelaskan kehidupan Maulavi setelah bertemu dengan Shams. Peneliti sastera Parsi dari Jerman ini menyatakan:
“Kehidupan Mavlana dilalui dengan ibadah, tafakur dan diskusi serta pertemuan Sama’...tiga tahap dalam diri Maulavi terulang, setelah mengalami terbakar dalam ghairah cinta Shams al-Din, ia tenang dalam pembicaraan Salah Al-Din Zerkub, dan akhirnya pengaruh Hesamuddin Chilbi menyempurnakan pemikirannya. Setelah mencapai puncak cinta Shams-i Tabrizi, dan ketenangan dalam persahabatan dengan Zerkoub, kemudian kembali menjadi mursyid dan sheikh di dunia dalam bentuk seorang guru”.
Pada musim gugur tahun 672H atau 1273M, Maulavi jatuh sakit hingga doktor tidak mampu untuk mengubatinya. Ulama, penyair, arifin sekaligus ilmuwan Iran ini wafat pada 5 Jamadil Akhir 672 H atau 17 Disember 1273 M di usia 68 tahun.
Sumber: wikipedia
No comments:
Post a Comment