Banda Aceh - Dalam 3 tahun terakhir ini, Mahkamah Syar’iyah Aceh semakin sering dikunjungi oleh berbagai kalangan, baik dari pegiat HAM, Aktifis maupun para Jurnalis Asing.
Kamis, tanggal 4 September 2014. pukul 14.30 WIB. Mahkamah Syar’iyah Aceh, menerima Lawatan Kerja YB Menteri di Jabatan Perdana Menteri Malaysia, Yang Berhormat Mejar Jeneral Dato’ Seri Jamil Khir bin Baharom (B), beserta lebih kurang 25 anggota. Kedatangan rombongan dari negera jiran tersebut disambut langsung oleh Dr. H. Idris Mahmudy, S.H., M.H. dan Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M., (Ketua dan Wakil Ketua MS. Aceh), para Hakim Tinggi, dan Panitera/Sekretaris, Mahkamah Syar’iyah Aceh, turut dihadiri oleh Imam Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Prof. Dr. Azman Ismail, Pimpinan Pesantren Abu Lam U dan para pengurus Mesjid Baiturrahim Ulee Lheue serta dari unsur Pemerintah Aceh.
Pertemuan dan dialog dilaksanakan di Aula besar, Ruang Tgk Hasballah Indrapuri, Lantai III, Mahkamah Syar’iyah Aceh, yang acaranya dipandu oleh Drs. H. Rafi’uddin, M.H. yang merupakan sebagai salah seorang Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh.
Perkenalan dari rombongan para tamu ini disampaikan langsung oleh Yang Berhormat Mejar Jeneral Dato’ Seri Jamil Khir bin Baharom (B), Menteri di Jabatan Perdana Menteri Malaysia, yang juga sebagai Pimpinan rombongan penuh penghormatan. Beliau menyampaikan bahwa sebetulnya mereka sudah lama merencanakan untuk berkunjung, ke negeri “Serambi Mekah” ini, setelah sebelumnya yaitu pada saat terjadinya Tsunami di Aceh beliau juga ikut serta dalam rombongan Angkatan Bersenjata Kerajaan Malaysia, yang pada saat itu beliau ikut membantu pemulihan Aceh yang luluh lantak dilanda Tsunami. Tujuan utama rombongan Perdana Menteri Malaysia, mengunjungi Aceh adalah :
1. Meningkatkan hubungan diantara kedua Negara mayoritas Islam serumpun;
2. Mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh dan hambatan-hambatan yang dihadapi;
3. Mengadakan kerjasama untuk kemaslahatan dan kepentingan umat Islam kedua Negara.
Dalam kesempatan ini Dato’ Seri Jamil Khir bin Baharom (B) menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga atas sambutan dari Mahkamah Syar’iyah Aceh, setelah beliau juga diterima secara khusus oleh Dato’ Zaini Abdullah, nama yang sering disapa untuk Gubernur Aceh. Selanjutnya, beliau juga ingin mengetahui bagaimana perkembangan Pelaksanaan Syari’at Islam di Aceh dan semoga nantinya dapat menjadi rujukan atau contoh dalam pengembangan Mahkamah Syar’iyah di Malaysia.
Mengawali penyampaian informasi ini, Drs. H. Rafi’uddin, M.H. memberi penjelasan bahwa, Mahkamah Syar’iyah Aceh ini merupakan Pengadilan Tingkat Banding atau yang dikenal dengan “Mahkamah Rayuan” di Malaysia, dan mempunyai 20 Mahkamah Syar’iyah Tingkat Pertama di seluruh Wilayah Hukum Aceh.
Dalam sesi Tanya jawab, Bapak Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Drs. H. M. Jamil Ibrahim, S.H., M.H., M.M., menyampaikan bahwa kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh menduduki posisi yang sangat strategis dan mempunyai landasan yuridis yang kuat dengan keluarnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh dan beberapa Qanun Syari’at Islam sesuai dengan amanah Undang-undang di atasnya. Tugas Pokok Mahkamah Syar’iyah meliputi : Bidang Yudicial, Tugas Bidang Non Yudicial dan Tugas-tugas lainnya.
Dewasa ini Mahkamah Syar’iyah di Aceh telah mendapat tugas tambahan dengan wewenang baru di bidang Jinayat disamping tugas-tugas yang bersifat Nasional yang berlaku untuk semua Pengadilan Agama di Indonesia. Dan dapat dikatakan bahwa Mahkamah Syar’iyah Aceh adalah lembaga Peradilan Agama yang wewenangnya diperluas dengan wewenang baru sebagaimana disebutkan pada salah satu Pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.
Atas pertanyaan dari beberapa peserta rombongan, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh juga menjelaskan bahwa, dalam pelaksanaan hukum cambuk sering orang luar memandang hal ini kelihatan sadis, akan tetapi sebenarnya lebih kejam dan sadis lagi apabila seorang terdakwa atau terpidana dikurung (dipenjara) sampai berbulan-bulan bahkan bertahun di dalam penjara, yang akan membuat tersiksa batinnya dan membuat teranianya keluarganya.
Berdasarkan pengalaman selama ini, pelaksanaan hukum cambuk tidak dianggap sebagai hukuman yang berat, bahkan orang-orang non Islam pernah meminta supaya kepada mereka juga diberlakukan hukum cambuk. Tetapi ketika itu belum ada aturan yang membolehkannya sebelum lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2006. Akan tetapi dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tersebut telah ditegaskan dan dibenarkan bagi yang non Islam untuk menundukkan diri pada sistim hukum Pidana Islam secara suka rela, yang jelasnya mereka tidak dipaksakan menundukkan diri kecuali bagi mereka yang datang ke Aceh harus menghormati Syari’at Islam.
Dan akhirnyaacara ini ditutup dan diakhiri dengan Do’a yang dipimpin oleh Drs. H. Asri Damsyi, S.H. Hakim Tinggi Mahkamah Syar’iyah Aceh dan saling menukarkan cindera hati atau “bungoeng Jaroe” serta foto bersama.
Sumber : http://ms-aceh.go.id
http://acehprov.go.id/index.php/news/read/2014/09/08/1412/kunjungan-kerja-menteri-di-jabatan-perdana-menteri-malaysia-ke-mahkamah-syariyah-aceh.html