Sunday, July 31, 2022

MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA IX



PERTEMUAN ANTARA MURID DAN GURU YANG MENGUBAH DUNIA

Mavlana Jalaluddin Mohammad Maulavi yang lebih dikenal dengan sebutan Rumi hingga kini namanya masih bersinar terang berkat karya-karyanya yang memukau. Pemikiran dan karyanya yang berbahasa Parsi telah menyebar ke segenap penjuru dunia dan diterjemahkan ke pelbagai Bahasa.

Mavlana Jalaluddin al-Rumi adalah arif dan penyair terkemuka Parsi abad ke 7 hijriah atau abad ke 13 masehi. Ayahanda beliau, Baha Valad memutuskan untuk meninggalkan Balkh, karena situasi politik dan sosial di kota itu yang tidak lagi kondusif akibat ancaman serangan Mongol. Bersama keluarganya, beliau menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanan mereka singgah di perbagai kota besar seperti Nisabur, Baghdad, Syam hingga Hijaz.Rumi memiliki berbagai karya agung antaranya Makatib, Fihi Ma Fihi dan Majalis Sab’ah dalam bentuk nasr. Di bidang syair, ada Divan Kabir dan Matsnawi Maknavi. Selain Makatib yang terdiri dari sebahagian surat Rumi kepada seseorang dan tokoh terkemuka di zamannya.

Syair Rumi disusun oleh murid setianya, Hessamuddin Chilbi, dan ia juga membacakan kembali syair yang ditulisnya kepada Rumi untuk disemak. Kitab Fihi Ma Fihi dan Majalis Sab’ah juga dikumpulkan oleh para muridnya. Fihi Ma Fihi adalah kitab yang merupakan catatan dialog Rumi di pelbagai pertemuan dan kelas pengajian.

Divan Kabir yang dikenal dengan nama Divan Shams berisi 6000 bait syair yang terdiri dari ghazal, rubaiyah dan tarjiat Maulavi. Alasan penamaan kitab syair ini menjadi Divan Shams Tabriz, kerana seluruh syair yang ditulis oleh Rumi dalam buku ini lahir setelah pertemuannya dengan Shams, yang mengubah jalan hidupnya. Selain itu, ghazal dalam buku tersebut didedikasikan untuk mengingat Shams Tabrizi.

Menurut peneliti sastra Pearsi, Shafeie Kadkani, unsur-usur afeksi dalam syair Maulavi dari awal hingga akhir menunjukkan keluasan horizonnya. Peneliti sastera Parsi tersebut menuturkan, “Horizon pemikirannya seluas semesta, dan masalah partikular dan menengah tidak muncul dalam syairnya.”

Hal tersebut disebabkan karena penguasaan Maulavi terhadap ilmu aqli sangat tinggi. Beliau juga sangat menguasai ilmu-ilmu naqli. Selain pelbagai pengetahuannya yang tinggi tersebut, Maulavi juga menggunakan pengalaman yang diperolehnya dalam kehidupan ini sebagai bekal untuk memandang masalah dengan kedalaman dan keluasan horizonnya.

Keluasan alam semesta, dari awal hingga akhir dunia, hubungan Tuhan dan dunia, wahdatul wujud, dan akhirnya masalah manusia serta unsur-unsur yang berkaitan dengannya seperti cinta, kebebasan, kesempurnaan dan jalan yang menghubungkan manusia menuju Tuhan, termasuk pemikiran mendasar yang dituangkan Maulavi dalam bentuk syair yang menawan.

Keluasan horizon imajinasi Maulavi, awal dan keabadian saling terikat dan digambarkan dalam bentuk syair yang menarik. Para pengkritik sastera menilainya sebagai karya baru dan original. Maulavi menilai keindahan dalam kesederhanaan dan kenaturalan sesuatu. Ia menggunakan terma baru dan lama dengan metafora yang memukau.

Doktor Shafeie Kadkanie berkeyakinan bahwa “Kelahiran baru Maulavi terjadi ketika pertemuannya dengan Shams Tabrizi”. Shams-i-Tabrizi atau Shams al-Din Malekdad Tabrizi adalah orang Tabriz, wilayah Azerbaijan Timur Iran (sekarang), dan wafat di Khoy, Wilayah Azerbaijan Barat.


makam Shams al-Din malekdad Tabrizi di Khoy


menara bersebelahan makam Shams al-Din Malekdad Tabrizi



Sang Guru Shams Tabrizi

Shams dikenali sebagai guru spiritual kepada Maulavi. Bahkan Maulavi menulis karya sebagai bentuk penghormatan kepada gurunya itu yang berjudul Divan-i Shams-i Tabrizi. Makam Shams-i Tabrizi dicalonkan sebagai kawasan Warisan Dunia UNESCO.

Mengenai latar belakang kehidupan Shams, tidak banyak yang dikupas oleh para sejarawan. Kebanyakannya bersandar kepada perkataan dan syair Maulavi mengenai gurunya itu. Menurut pengakuan Maulavi sendiri, Shams adalah orang yang mengenalkan cinta bukan falsafah pemikran sebagai jalan menuju kebenaran.

Menurut Sipah Salar, teman rapat Mavlavi Rumi yang menghabiskan 40 tahun bersamanya, Shams adalah putera Imam Ala al-Din. Dalam sebuah karya berjudul Manaqib al-'Arifīn (Eulogi Gnostik), Aflaki menyebut nama Ali sebagai Ayah Shams-i Tabrizi dan abangnya bernama Malik Dad. Menurut Aflaki juga, mendasarkan perkiraan Haji Bektasy Wali dalam bukunya Maqālāt, Shams tiba di Konya pada usia 60. Namun, sebagian sarjana meragui kesahihan pendapat tersebut.

Shams menerima pendidikan di Tabriz dan merupakan murid dari Baba Kamal al-Din Jumdi. Sebelum bertemu Rumi, ia melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain sebagai penenun benang dan menjualnya untuk memenuhi keperluan hidupnya.

Haji Bektasy Wali dalam bukunya menjelaskan seorang pemuda dengan busana serba hitam dari kepala sampai kaki datang ke sebuah penginapan di Konya, namanya Shams-i Tabrizi. Dia menggelarkan dirinya sebagai Sufi yang berkelana. Dia sedang mencari sesuatu di Konya, dan akhirnya bertemu dengan Maulavi.

Sesuai penjelasan Maqālāt, pada akhir Jamadil Akhir tahun 642 Hijriah (akhir Oktober 1244 M) Shams memasuki Konya. Pertemuan antara Shams dan Maulavi terjadi yang dimulai dengan soal jawab. Kemudian setelah 16 bulan terjadi interaksi secara hangat antara Maulavi dan Shams, Shams kemudiannya mengunjungi Konya untuk berjumpa Maulavi tahun 643 Hijriah (1245 M).

Pertemuan Maulavi dengan Shams menimbulkan perubahan besar dalam dirinya. Kehadiran Shams di Konya membawa warna baru bagi Rumi. Maulavi sendiri termasuk orang yang tekun belajar sekaligus sebagai mufti besar di zamannya. Selain menguasai dengan baik ilmu-ilmu keislaman, ia mengenal dengan baik tasawuf dan Irfan. Tapi selepas pertemuan dengan Shams, Maulavi seolah menemui jalan baru, yang tidak ditemuinya di masa lalu. Profesor sastera Parsi, Doktor Sirus Shamisa mengutip syair Maulavi menjelaskan:-

“Hangus, dari mentah menjadi matang,(az khami beh pokhtegi rasideh bod, sokht)”.

Jika perjalanan hidup Maulavi dituliskan dengan tiga kalimat, “Dulu mentah, lalu matang dan terbakar. (Kham bodam, pokhteh shodam, sokht)”.

Profesor Zerin Koub dalam bukunya Tangga-tangga menuju Tuhan menjelaskan tentang pertemuan penting antara Maulavi dan Shams. Pakar sastera Parsi ini menuturkan,:

“Pertemuan dengan orang asing yang berkarismatik mengubah kehidupan faqih dan ulama besar Iran di Konya, dan bagi Maulana menjadi awal kehidupan baru. Kehidupan baru seorang zahid dan khatib menjadi seorang arif dan pencinta.”




Divan Shams Tabrizi

Di hadapan Shams, Maulavi seolah kelihatan sebagai menjadi murid yang baru belajar alif ba ta, dan dituntun menuju tiap tangga maknawi yang harus ditempuhnya. Maulavi menyatakan:

Zahed keshvari bodam saheb manbari bodam

Kard ghaza mara eshgh-o kap zanan to

(dahulu zahid, sang pemilik mimbar

tapi jadi pencinta di telapak tanganmu)







Shams al-Tibrizi: source wikipedia







Apa yang disampaikan Shams sebenarnya telah dipelajari dan dijalankan oleh Maulavi sebelum bertemu dengannya. Shams membawa Maulavi menuju alam maknawi yang dahulu dipelajarinya di rumah Bersama ayahndanya ketika masih kecil. Shams mengingatkan Maulavi dan membimbingnya menuju jalan ketaatan kepada Tuhan dan melepaskan kecintaan kepada dunia dengan jalan cinta. Sebab, keterikatan terhadap dunia menjadi penghalang mencapai Tuhan, sekaligus hijab untuk mencapai fana fillah.

Menurut Zerin Koub, ‘Maulavi menghabiskan usianya untuk mencari Allah dan dunia ghaib. Meskipun sibuk memberikan nasehat kepada masyarakat dan pelajaran kepada para muridnya, tapi ia tidak pernah meninggalkan pencarian menuju kebenaran. Baginya, Shams adalah kepingan dari alam maknawi. Kehadiran Shams membawa Maulavi menuju insan kamil dan cita-citanya’.

Ketika itu Maulavi menutup (meninggalkan) kelas yang dipunyainya. Ceramah dan pelajarannya dihentikan. Sebagai gantinya ia menghadiri majlis Shams. Tentu saja kehadiran Maulavi di majlis itu membuat suasana semakin meriah.

Penutupan kelas dan ceramah Maulavi membuat sebahagian muridnya kecewa. Mereka menuduh Shams sebagai penyebabnya. Sebahagian dari murid Maulavi mulai melakukan tindakan tercela terhadap Shams supaya Maulavi kembali mengajar dan meninggalkan Shams. Akhirnya Shams meninggalkan Konya tanpa pesan kepada Maulavi hingga setahun lamanya tanpa kabar.

ketidakhadiran Shams menimbulkan masalah bagi Maulavi. Ia mula menjadi murung dan tidak mahu menyampaikan kuliah dan ceramah. Kemudian, Maulavi mengirimkan pengikutnya untuk mencari Shams, tapi mereka tidak menemui tanda-tanda hingga surat Shams dari Damsyik sampai ke tangan Maulavi. Akhirnya Maulavi sendiri pergi menemui Shams.

Profesor Annemarie Schimmel dalam bukunya ‘Keagungan Shams’ menjelaskan kehidupan Maulavi setelah bertemu dengan Shams. Peneliti sastera Parsi dari Jerman ini menyatakan:

“Kehidupan Mavlana dilalui dengan ibadah, tafakur dan diskusi serta pertemuan Sama’...tiga tahap dalam diri Maulavi terulang, setelah mengalami terbakar dalam ghairah cinta Shams al-Din, ia tenang dalam pembicaraan Salah Al-Din Zerkub, dan akhirnya pengaruh Hesamuddin Chilbi menyempurnakan pemikirannya. Setelah mencapai puncak cinta Shams-i Tabrizi, dan ketenangan dalam persahabatan dengan Zerkoub, kemudian kembali menjadi mursyid dan sheikh di dunia dalam bentuk seorang guru”.

Pada musim gugur tahun 672H atau 1273M, Maulavi jatuh sakit hingga doktor tidak mampu untuk mengubatinya. Ulama, penyair, arifin sekaligus ilmuwan Iran ini wafat pada 5 Jamadil Akhir 672 H atau 17 Disember 1273 M di usia 68 tahun.




Sumber: wikipedia

MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA VIII

TARIAN SUFI YANG MELEBURKAN RINDU PADA ILLAHI, FANA DALAM KEASYIKAN

MALAM 24 julai 2022 adalah bagai mimpi yang dihidang apabila kami diberi peluang menyaksikan whirling derivishes secara live yang akan dipersembahkan oleh Saruhan Derivishes. Jika selama ini hanya membaca dari media sosial dan menonton dari video, kini kami berpeluang menyaksikannya di hadapan mata sendiri.

Di puncak bukit yang menghadap ke Avanos, the Whirling Dervishes melaksanakan ritual ibadah mereka di Pusat Budaya Motif atau Motif Kültür Merkezi yang indah.  Lokasinya terletak di Bahçelievler Mahallesi, Nevşehir Ürgüp Yolu, Ortahisar, Ürgüp, Türkiye, iaitu lebih kurang 30 minit perjalanan dari Hotel kami di Suhan Cappadocia Spa & Resort.

 Pengurus  Motif Kültür Merkezi , Encik  Özgür Kürükçü memberitahu   bagaimana Darwis datang ke Cappadocia."Tarian itu menjadi popular di kalangan pelancong, dan pelancong datang ke Cappadocia tetapi tidak ada Darwis. Jadi pada tahun 2002 kami membawa Darwis ke Cappadocia.”

Tarian Darwis berasal dari Konya di bawah naungan Mevlana (Rumi). Apabila pelancong semakin tertarik dengan ritual keagamaan ini, ia mula berubah daripada pengalaman ibadat kepada tarikan pelancong.

 Walau bagaimanapun, seperti Darwis Saruhan, iaitu kumpulan penari (sema) Darwis di Motif Kültür Merkezi, mereka hanya mengadakan  persembahan sebagai satu ibadah. 

Kami tidak menghidangkan makanan atau alkohol. Kami tidak membenarkan pengambilan                gambar pun” 

Özgür berkata berbeza dengan pertunjukan Malam Turki yang lain, yang menampilkan persembahan Darwis selama 10 minit yang dipersembahkan oleh penari bukan sebahagian daripada kehendak Darwis. Dalam erti kata lain, penari di Motif Kültür Merkezi bukan kerana wang.  Jangan salah anggap Darwis yang mengadakan persembahan ibadah di  Motif Kültür Merkezi adalah sama seperti penghibur konsert, atau artis teater, kerana di sini kalaupun tiada penonton yang hadir, kumpulah Saruhan Darwis tetap melaksanakan ibadah  sema dengan mengadakan tarian sufi atau whirling derivishes. 

Menurut Özgür, ianya sama sekali tidak menjadi kesukaran kepada Saruhan Derivishes walaupun hanya terdapat beberapa penonton. 

  "Anda tahu ia tidak seperti itu sama sekali. Kami mempunyai orang buta datang, yang tidak                 dapat melihat apa yang sedang berlaku, dan mereka pergi sambil menangis. Tenaga yang                    diberikan oleh penari sangat mengagumkan.”

 Özgür menyambung, "Jangan percaya semua yang anda dengar daripada media. Anda perlu melihat Cappadocia. Ini adalah tempat yang sangat mesra dan anda akan berasa seperti berada di rumah anda sendiri.”

                      

    Motif Kültür Merkezi  di Bahçelievler Mahallesi, 
        Nevşehir Ürgüp YoluOrtahisar, Ürgüp, Türkiye

Gerakan berputar-putar yang ditampilkan Maulana Jalaluddin Rumi bukanlah sebuah hayunan tanpa makna, kerana  dalam gerakan berputar tersebut mengandung erti dan falsafah yang tinggi  untuk menemukan tujuan yang hakiki dalam  kehidupan.

Penari Sufi yang bergerak berputar ibaratkan  bulan yang kembang, sedang pimpinan tari di tengahnya bagai matahari menyinar.  Tari Sufi dengan gerak berputar  melawan arah jam melambangkan putaran semesta dan pusingan  tawaf di baitillah sebagai bentuk proses dalam pencarian tuhan. Seorang penganut sufi yang akan menampilkan tarian ini   mesti memiliki fizikal dan mental  yang kuat kerana persembahannya yang mengambil masa yang Panjang dan lama.

Bahkan, Maulana al Rumi sendiri pun pernah menarikannya selama  3 hari 3 malam.

Sufi yang membawa tarian ini akan mencurahkan segala emosinya saat menari, agar ia dapat rasakan hanyalah ada cinta dan  rindu terhadap tuhan.

Penari  sufi (sama) akan merasa lebih dekat dengan tuhan, ia juga dikatakan mampu menyembuh dan mengurangkan rasa sakit  serta mengubati rasa patah hati kerana ia ditarikan dalam penuh kesedaran dan bukan sahaja menggamit penonton, bahkan mendamai dan menyenangkan orang sekitarnya.

Di pentas, penari Sufi biasanya 8 orang, 3 memainkan muzik serta mengalunkan irama burdah memuji Rasulullah SAW dengan seorang ketua berada di tengah-tengahnya. Bermula dengan Naat dan puji pujian kepada baginda Nabi diiringi alunan seruling mengasyikkan.

Langkah seterusnya dikenali sebagai  Devr-i Veled, di mana semua penari akan membongkok badan bersama-sama. Kemudian para sema  akan berputar-putar, di luar ketua sema yang berada ditengah-tengahnya.Selanjutnya para Darwish sewaktu taksim akan membacakan  ayat suci al Qur’an serta doa dibawakan oleh Ketua sema.

Para Darwish akan mengenakan  topi tinggi  dan  baju putih serta jubah hitam besar dan beralas kaki. Ianya bukan sekadar busana biasa tetapi mengandung falsafah dengan perlambangan tertentu. Topi tinggi misalnya  yang dinamakan sikke melambangkan nisan para sufi dan wali  di wilayah Timur Tengah. Jubah hitam pula mencerminkan kehidupan alam kubur yang kelam, Sedang baju putih, melambangkan  kain kafan.  Warna kostumnya  yang demikianmembawa maksud agar  manusia selalu mengingati kematian, semoga manusia menjadi lebih lembut mengendalikan ketamakan dunia dan hawa nafsunya. Untuk alas kakinya, dikenakan Kuff, iaitu  sandal yang dikatakan  selalu dipakai oleh Nabi Muhammad SAW, saat musim dingin.

Tarian Sufi atau whirling derivishes , bukan sahaja dianggap sebagai karya seni, malah ianya juga merupakan satu bentuk  meditasi yang berkaitan ajaran sufistik. Maka  para penari Sufi atau Darwish diharapkanmampu  mencapai kesempurnaan iman, nafsunya terhapus, ego ditanggalkan, serta tiada peribadinya juga, Lalu, sewaktu sema, para Darwish  tersebut akan mencapai kemuncak kekhusyukan, melebur bersama Ilahi.

Sebelum tarian dimulakan, satu ritual akan diadakan dengan berzikir menyebut nama tuhan dan mengingati rabbul jalil.  Dengan memperolehi ketenangan, berputar tanpa memusingkan kepala perlukan penghayatan secara total, sesuai dengan falsafah dan makna tarian ini. Para Darwish tidak akan merasa pening berputar dalam jangka masa yang lama karena mata para Darwish sentiasa fokus, tidak melirik, tidak terpejam, dan tidak menggerakkan kepala.

 







Tarian ini diciptakan Mavlana Rumi ini sebagai bentuk sebuah ekspresi dari rasa cinta, kasih, dan sayang maha tinggi dari hamba kepada Sang Pencipta dan dalam tarian, diajarkan hilang kesadaran diri karena mengingat dan menujuNya. Pesan lainnya tentang kematian adalah bahwa hidup memiliki satu tujuan iaitu menuju Illahi dengan putaran sebagai simbol menyatunya manusia denganNya.

MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA VII

TARIAN ZIKIR: SENI ATAU IBADAT



Tarian ini diciptakan Rumi sebagai bentuk sebuah ekspresi dari rasa cinta, kasih, dan sayang maha tinggi dari hamba kepada Sang Pencipta dan dalam tarian, diajarkan hilang kesadaran diri karena mengingat dan menuju Nya. Pesan lainnya tentang kematian adalah bahwa hidup memiliki satu tujuan yakni menuju ilahi dengan putaran sebagai simbol menyatunya manusia dengan Nya,

Apabila digabungkan antara tarian dan zikir, maka hanyutlah dalam kekhusyukan pasrah kepada Allah. Ia menggunakan zikir untuk membangkitkan hati dalam pertemuan dengan Tuhan. Meskipun pada hakikatnya metode zikir tersebut banyak dimainkan oleh tarekat-tarekat sufi yang lain, namun tarekat Maulawiyyah jua yang telah menjadikannya sebagai ciri khusus dan tersendiri. Tarian di dalam tarekat tersebut telah menjadi terkenal di dunia Barat dan dikenali sebagai para darwish yang berputar (the whirling derwishes).

Bagi pencinta kesenian sufi, nama tarekat Maulawiyyah telah mengembangkan metode kesenian tarian sebagai salah satu cara zikir mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Inilah yang dikatakan bahawa tarian zikir merupakan kesenian daripada budaya luar seperti tarian di Turki tersebut. Malahan, terdapat pertunjukan aktiviti kesenian tersebut telah dijalankan di beberapa tempat di seluruh pelosok negeri bagi mengenang karya dan ajaran daripada pengasas tarekat itu sendiri iaitu Jalal al-Din al Rumi (An-Nadwi, 1955). Pada ketika itu, Jalal al-Din Rumi dikatakan sangat merindui guru spiritualnya iaitu Syams al-Din Tabriz yang telah hilang sehingga beliau berjumpa dengan seorang tukang pembuat besi emas iaitu Salahuddin Zarkub dan tukang tersebut telah menghasilkan suatu bunyi yang indah menyebabkan Rumi tertarik untuk menari (Jamnia, 2003). Maka, bagi mengubat kerinduanya tersebut Rumi menari secara berputar-putar (Chittick, 2002). Semakin lama beliau menari, beliau dapat merasakan suatu perasaan cinta yang mendalam terhadap Tuhan sehingga mabuk dalam cintaNya (Mulyati, 2004). Oleh itu, tarian zikir telah

menjadi suatu inspirasi yang ditinggalkan oleh beliau sebagai amalan tradisi, sejarah,  kepercayaan dan budaya Turki itu sendiri.

TARIAN ZIKIR, SENI ATAU IBADAT?

Tarian zikir Sebagai Ibadat

Tarian zikir dikatakan sebagai aktiviti seni daripada budaya luar seperti di Turki, ia juga dianggap sebagai amalan ibadat dalam tarekat Maulawiyyah. Tarekat Maulawiyyah merupakan sebuah tarekat kelahiran Turki yang telah menggunakan metode tarian sebagai sarana amalan ibadat zikir mereka terhadap Allah s.w.t (Glasse, 1996). Terdapat pelbagai istilah bagi menunjukkan makna kepada tarian zikir yang telah digunakan di dalam tarekat seperti hadrah,al-ghina’, al-raqs, as-sama’ dan sebagainya. Tarian zikir yang telah menggunakan istilah hadrah inilah merupakan kesenian muzik Islam yang ditampilkan dengan iringan rebana sambal melantunkan syair-syair tentang puji-pujian terhadap Allah s.w.t dan Nabi Muhammad s.a.w (Ernst, 2003). Oleh yang demikian, hadrah harus melibatkan unsur-unsur seni sastera, tarian, muzik dan nyanyian yang disertakan dengan pukulan gendang. Lagu-lagunya pula berupa puji pujian terhadap Allah s.w.t (Yousof, 1994).

Tambahan pula, setiap amalan ibadat di dalam tarekat mesti melibatkan zikir, wirid-wirid yang menggunakan muzik dan tarian suci (Nasr, 2010). Melalui muzik dan tarian juga menjadi suatu keperluan dan ia penting kerana merupakan syarat bagi ahli dalam tarekat untuk melakukan ibadat-ibadat tertentu (Ozak, 2006). Salah satu alasan beberapa tarekat menggunakan muzik dan tarian adalah untuk meningkatkan tumpuan sepenuhnya terhadap Allah s.w.t. Oleh itu, tarian dijadikan salah satu metode penumpuan mereka kerana ia boleh menghantar mereka kepada fana’ (Sholikhin, 2010).

Namun, di dalam tarekat Maulawiyyah, mereka banyak menggunakan istilah tarian assama’ sebagai merujuk kepada tarian zikir. Istilah as-sama’ telah diumpamakan seperti mendengar suara burung murai atau bunyi yang terbit daripada pukulan gendang dan kompang (Al-Ghazali, T.th). As-sama’ secara etimologi berasal daripada kata sami’a yang bermaksud mendengarkan. Apabila merujuk kepada sebutan bahasa Inggeris ianya membawa maksud listening, hearing, audition dan audience (Al-Ba'albaki, 2002). Dalam kitab Mu’jam Wasit pula memberi definisi tentang as-sama’ merupakan sinonim kepada al-ghina’ adalah nyanyian atau mendengar suara yang merdu (Al-'Arabiyah M. A.-L., 2011).

Sebahagian pendapat, misalnya al-Junaid berpandangan bahawa sesiapa yang mendengar as-sama’ memerlukan tiga  perkara iaitu waktu, tempat dan kawan. Terdapat tiga peluang ahli sufi perlu kecapi melalui as-sama’ iaitu pertama ketika as-sama’, mereka tidak mendengar kecuali tentang kebenaran dan mereka tidak akan berdiri kecuali rasa cinta terhadap Allah s.w.t. Kedua, Ketika mencari ilmu pula mereka tidak akan bersuara kecuali dengan orang yang jujur dan merupakan kekasih Allah s.w.t, sedangkan perkara yang ketiga adalah ketika makan mereka tidak akan makan kecuali apabila mereka memerlukan sahaja. Bagi ahli sufi, as-sama’ adalah makanan rohani bagi ahli makrifat kerana ia bersifat lembut dan jernih yang lahir daripada hati. Oleh itu, as-sama’ atau as-sima’ merupakan suatu bentuk latihan kerohanian yang diamalkan oleh ahli sufi bagi tujuan pemurniaan jiwa. Ia juga menjadi tunjang utama kepada keimanan seseorang melalui mendengar atau melihat. Justeru itu, beliau telah menyimpulkan bahawa as-sama’ atau as-sima’ merupakan istilah tasawuf yang bermaksud mendengar syair syair yang indah, puisi-puisi yang penuh simbolik dan mendendangkan qasidah dengan menyebut nama Allah s.w.t (Idris, 2007).

Di samping itu, as-sama’ jelaslah lebih cenderung menggunakan syair, zikir, nyanyian dan sebagainya yang bersumber daripada Quran. Secara psikologi, perasaan dalaman yang dialami oleh ahli sufi sebenarnya lebih cenderung kepada memuji apa yang dicintai melalui lagu, syair dan sebagainya. Apabila mereka mendengar melodi cinta tersebut yang dapat meresap ke dalam lubuk hati mereka sehingga mencapai keadaan ekstase (wajd) yang memabukkan (Aziz, 2014).

           

Tarian Zikir Sebagai Satu Aktiviti Seni 

Meskipun tarian zikir di dalam tarekat tersebut dianggap sebagai amalan ibadat mereka, sebenarnya ia menyimpang mengikut pada pandangan ahli fekah sama ada amalan tersebut dibenarkan atau tidak telah menjadi ibadat yang mengelirukan masyarakat, namun bagi ahli sufi, mereka tetap dengan alasan bahawa ini merupakan cara mereka untuk membangkitkan zikir kepada Allah s.w.t di dalam hati (Chittick, 2002). Upacara yang dinamakan zikir inilah yang pada asalnya bertujuan untuk mengingati Allah s.w.t dan kemudian pada akhirnya mereka ingin mencapai tujuan ekstase sebenarnya iaitu suatu keadaan yang memabukkan (Arberry, 1985). Inilah yang dikatakan mereka telah bersikap ghuluw dalam beribadah iaitu mereka menjalankan aktiviti seni tarian zikir dengan melampaui batas. Sikap melampaui batas atau berlebih-lebih dalam beragama sangat dilarang oleh syariat Islam (Al-'Uthaimin, 1998). Oleh itu, apabila melaksanakan sesuatu amalan ibadat dalam agama hendaklah bersandarkan kepada Quran dan Sunnah. Sekiranya, sesuatu amalan itu tidak pernah Rasul Allah s.a.w laksanakan, maka sebagai umatnya janganlah pandai menokok tambah (Taimiyyah, 1966). Justeru, seorang Muslim itu janganlah melampaui batas yang dikehendaki Allah s.w.t dan tidak melalaikan mahupun mengurangi batasan yang dikehendakiNya (Al-'Uthaimin, 1998). Tambahan lagi, perkara ghuluw tersebut boleh menyebabkan berlakunya taklid kerana terlalu mengikut secara membabi buta adat daripada budaya luar yang menyelinap masuk ke dalam pemikiran umat Islam. Ini kerana mereka terlalu taksub kepada syeikh sehingga mereka bertaklid terhadap ajarannya (Abidin, 2005). Oleh itu, umat Islam telah bersepakat bahawa tidak wajib taat kepada seseorang sekalipun dalam segala sesuatu kecuali kepada Rasul Allah s.a.w ('Izz, 1985).

Seterusnya, apabila niat mereka berzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t dilihat baik pada pandangan tetapi boleh menjadi bidaah yang haram lagi menyesatkan daripada segi cara perlaksanaannya (Ali, 1980 ). Ini kerana, semua amalan yang dilakukan apabila tidak ada dalil sahih yang diperintahkan oleh Allah s.w.t, mahupun yang dicontohi oleh Nabi Muhammad s.a.w berserta para sahabat Baginda, ianya dipanggil bidaah yang direka-reka (Al-'Uthaimin, 2009). Oleh itu, ahli sufi dalam tarekat yang telah menganggap tarian zikir ini merupakan amalan ibadat mereka kerana mereka sebenarnya ada bersandarkan kepada Quran dan Hadis. Namun, ia tidak diterangkan secara terang-terangan tarian zikir tersebut dibenarkan di dalam tarekat.

Hakikatnya, berzikir boleh dilakukan dalam keadaan apa sekalipun seperti baring, duduk, berdiri, menggerakkan kepala dan sebagainya. Ia tidak menjadi masalah dan dibenarkan syarak sekiranya gerakan tersebut hanya sekadar gerakan ringan sahaja serta bukan gerakan yang memerlukan banyak gerakan sambil diiringi dengan alunan muzik yang boleh melalaikan (AlKhadimi, 2011).

Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah di utarakan, demikianlah penjelasan penjelasan secara terperinci tentang tarian zikir sama ada ianya suatu bentuk aktiviti kesenian atau amalan ibadat. Berhubung dengan apa yang telah dipaparkan secara terperinci dapatlah dirumuskan secara keseluruhannya, tarian adalah cabang kepada aktiviti kesenian dan menjadi salah satu medium untuk mencapai kehidupan spiritual dalam sesebuah tarekat. Ia dapat juga mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Hal ini kerana, tarian merupakan unsur sarana pengenalan terhadap Tuhan dan Tuhan sendiri dianggap sebagai sumber keindahan serta keindahan itu juga terdapat dalam hasil seni tarian itu sendiri. Melalui keindahan hasil sesuatu karya dapatlah melahirkan perasaan gembira, senang dan memuaskan jiwa seseorang apabila tarian tersebut menjadi bermanfaat.

Oleh yang demikian, tarian zikir dalam tarekat Maulwiyyah telah dijadikan aktiviti kesenian yang dapat mengungkapkan keindahan tersebut melalui alunan muzik dan syair yang indah kerana disertakan dengan zikir puji-pujian terhadap Allah s.w.t dan Rasul Allah s.a.w. Tarian zikir inilah yang dianggap sebagai amalan ibadat dalam sesebuah tarekat. Muzik, tarian, syair, nyanyian dengan ibadat tidak dapat dipisahkan lagi oleh golongan para sufi tarekat. Ia menjadi sarana penting untuk mencapai tujuan yang sebenar dalam beribadat bagi mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, semua aktiviti kesenian tersebut haruslah disatukan. Oleh itu, tarian zikir bagi golongan tersebut sekali lagi telah menonjolkan aspek kesenian dan kebudayaan sesuatu kaum atau bangsa. Ini kerana, tarian zikir telah mencerminkan budaya dan identiti masyarakat khususnya di dalam sesebuah tarekat serta dijadikan alat untuk berkomunikasi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Walau bagaimanapun, tarian sebegini sebenarnya menyimpang daripada hukum syarak kerana ia dianggap suatu perbuatan yang melampaui batas, bidaah dan terlalu bertaklid buta. Sebaliknya sekiranya ia dilakukan dengan cara yang disyariatkan, maka ia dibenarkan.

 

Abidin, M. (2005). Ensiklopedi Minangkabau. Padang: Pusat Pengajian Islam dan Minangkabau.

Al-'Arabiyah, M. a.-L. (2004). Al-Mu'jam Al-Wasit. Misr: Maktabat al- Shuruq al-Dawliyah.

Al-'Arabiyah, M. a.-L. (2011). Al-Mu'jam Al-Wasit. Misr: Maktabat al- Shuruq al-Dawliyah.

Al-Ba'albaki, R. (2002). al-Mawrid al-Mar'ī: Inklizi, 'Arabi, Faransi, Isbani. Beirut: Dar al-'Ilm lil Malayin.

Al-Baghdadi, A. (2005). Seni Dalam Islam Vokal, Muzik dan Tari . Selangor: Synergymate Sdn.Bhd.

Al-Ghazali, A. H. (T.th). Ihya' Ulumuddin. Beirut: Dar al-Fikr.

Al-Hujwiri, '. I. (1992). Kasyful Mahjub: Risalah Persia Tertua Tentang Tasawuf. Bandung: Penerbit Mizan.

Ali, A. &. (1980 ). Al-Bid'a Tahdiduha wa Mauqif al-'Islam Minha. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabi.

Al-Khadimi, A. S. (2011). Al-Bariqah al-Mahmudiyah fi Syarh al-Tariqah al-Muhammadiyyah. Beirut, Lubnan: Dar al-Kutub al-'Ilmiah.

Al-Qardawi, Y. (2004). Fiqh al-Ghina' wal-Musiqi Fi Dhau' al-Qur'an wa as-Sunnah. Al-Qahirah: Maktabah Wahbah.

Al-'Uthaimin, M. S. (1998). Majmu' Fatawa wa Rasa'il Fadilah al-Syeikh Mohd Soleh 'Uthaimin . Riyadh: Dar al-Thariya lil Nashr.

Al-'Uthaimin, M. S. (2009). Manzumah Usul al-Fiqh wa Qawa'iduhu. Riyadh: Dar Ibn al-Jawzi.

An-Nadwi, A. H. (1955). Saviours of Islamic Spirit. Lucknow: Academy of Islamic Research and Publications.

Arberry, A. J. (1985). Pasang Surut Aliran Tasawuf. Bandung: Penerbit Mizan.

As-Sarraj, A. N. (2002). Al-Luma': Rujukan Lengkap Ilmu Tasawuf. Surabaya: Risalah Gusti.

Aziz, A. (2014). Tasawuf dan Seni Muzik: Studi Pemikiran Abu Hamid al-Ghazali Tentang Muzik Spiritual. Jurnal Tajdid 13(1): 57-86 . Retrieved Januari-Jun 2014, from portalgaruda: http://download.portalgaruda.org/article.php?article=401835&val=6804&title=TASA WUF%20DAN%20SENI%20MUSIK

Bahron, B. A. (2014). Syarah Zikir Munajat: Taman-taman Syurga di Dunia Kehidupan Insan. Sungai Buloh: Kemilau Publika.

Chittick, W. C. (2002). Tasawuf di Mata Kaum Sufi. Bandung: Penerbit Mizan.

Ernst, C. W. (2003). Ajaran dan Amaliah Tasawuf. Jogjakarta: Pustaka Sufi.

Glasse, C. (1996). Ensiklopedi Islam Ringkas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hadi, S. (2000). Seni Dalam Ritual Agama. Jogjakarta: Yayasan Untuk Indonesia.

Ibrahim, S. M. (2015). Seni Dalam Islam. Kuala Lumpur: Green Dome Publications Sdn.Bhd.

Idris, A. b. (2007). Tarian, Nyanyian & al-Sima' Dalam Tariqat Tasawuf. Negeri Sembilan: Jabatan Mufti Kerajaan Negeri Sembilan.

'Izz, '. b. (1985). Al-'Itba'. Al-Qahirah: Dar al-Salafiyah.

Jamnia, M. B. (2003). Para Sufi Agung: Kisah dan Legenda. Jogjakarta: Pustaka Sufi.

Kemal, A. (2010). DimensiMuzik Dalam Islam Pemikiran Hazrat Inayat Khan. Tesis. Dr. Fakulti Ushuluddin dan Filsafat. Retrieved Mac 21 , 2011, from UIN Syarif Hidayatullah: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5464/1/ALI%20KEMALFUH.pdf

Khan, H. I. (1999). The Heart of Sufism: Essential Writings of Hazrat Inayat Khan. Boston & London: Shambhala.

Kussudiardjo, B. (1981). Tentang Tari. Jogjakarta: Nur Cahaya.

Mulyati, S. (2004). Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Nasr, S. H. (2002). Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam Manifestasi. Bandung: Penerbit Mizan.

Nasr, S. H. (2010). The Garden of Truth. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Ozak, M. (2006). Dekap Aku Dalam Kasih Sayangmu: Jalan Cinta Pendamba Reda Allah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Read, H. E. (1968). The Meaning of Art. London: Faber and Faber Limited.

Schimmel, A. (1993). Akulah Angin Engkaulah Api: Hidup dan Karya Jalaluddin Rumi. Bandung: Penerbit Mizan.

Schimmel, A. (2002). Dunia Rumi: Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Sufi.

Sedyawati, E. (1986). Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sholikhin, M. (2010). Menyatu Diri Dengan Ilahi: Makrifat Ruhani Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani. Jakarta: Penerbit Narasi.

Soedarsono. (1992). Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka.

Susanti, I. M. (2006). Tarian Spiritual: Studi Analisis Tarekat Mawlawiyyah. Tesis. Dr. Fakulti Ushuluddin. Retrieved Februari 25 , 2006, from IAIN Walisongo: http:// Library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1-2006-isnaenymil-771- Bab2_410-0.pdf

Taimiyyah, A. b. (1966). Majmu' Fatawa. Riyadh: Maktabi' Riyadh.

Tim, P. K. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Yousof, G. S. (1994). Dictionary of Traditional South East Asian Theatren. Kuala Lumpur: Oxford University Press 


Sebahagian artikel dipetik dari  sumber asal tarian Zikir: Kesenian Atau Ibadat oleh Nurul Alieya Binti Zakaria, Pusat Akidah dan Keamanan Global, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Email: alieya_z@yahoo.com dan  Norzira Salleh, Pensyarah Kanan (Ph.D), Pusat Akidah dan Keamanan Global, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Email: aziera@ukm.edu.my  3rd International Seminar on Islamic Thought  PROCEEDINGS: ISBN 978-967-0913-95-7

http://www.ukm.my/isoit/wp-content/uploads/2018/09/Alieya-Zakaria.pdf sumber asal 


MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA VI

 PUISI DI PUSARA JALALUDDIN AR-RUMI


Ketika kita mati, jangan cari pusara kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia.

 

Mana yang lebih berharga

Kerumunan beribu orang atau kesendirian sejatimu?

Kebebasan atau kuasa atas seluruh negeri?

Sejenak,

sendiri dalam bilikmu akan terbukti lebih berharga

daripada segala hal lain yang mungkin kau terima

 

Oh Tuhan

Telah kutemukan cinta!

Betapa menakjubkan, betapa hebat, betapa indahnya!...

Kuaturkan puja-puji

Bagi ghairah yang bangkit

Dan menghiasi alam semesta ini

Mahupun segala yang ada di dalamnya!

 

Ketika engkau keghairahan

Cari punca sebabnya

Itulah tamu yang tak kan pernah kau salami dua kali

 

Adakalanya dengan tujuan menolong

Dia membuat kita sengsara

Tapi kepiluan hati

demi Dia

Membawa kebahagiaan

Senyum akan datang,

Sesudah air mata

Siapapun yang meramalkan ini adalah hamba yang diberkati Tuhan

Dimana pun air mengalir, hidup akan makmur

Dimana pun air mata berderai, Rahmat Ilahi diperlihatkan

 

Pilihlah cinta.

Ya, cinta!

Tanpa manisnya cinta,

Hidup ini adalah beban

Tentu engkau telah merasakannya

 

Hati yang kacau

Tak dapatkan kesenangan hidup

Dalam kebohongan.

Air dan minyak

Tak dapat menyalakan cahaya.

Hanya perkataan yang benar membawa kesenangan hidup

Kebenaran adalah umpan yang sangat memikat hati

 

Pergilah ke pangkuan Tuhan,

Dan Tuhan akan memelukmu dan

menciummu, dan

menunjukkan

Bahwa Ia tidak akan membiarkanmu lari dari Nya

Ia akan menyimpan hatimu dalam hati Nya

Siang dan malam

 

Kesabaranku mati pada malam ketika Cinta lahir!

Dari anggur cinta, Tuhan menciptaku!

 

Barang siapa menjadi mangsa cinta,

mana mungkin dia menjadi mangsa Sang Maut?

 

Hari perpisahan lebih panjang daripada Hari kebangkitan

Dan maut lebih cantik daripada derita perpisahan

 

Aku boleh mati, tetapi ghairahku kepada Mu tak kan pernah mati

 

Telah kupalingkan hatiku dari dunia dan segala kesenangannya

Kau dan hatiku bukanlah dua wujud yang berpisah

Dan tak pernah kelopak mataku menutup di dalam lelap

Kecuali kutemukan Kau antara mata dan bulu mataku

 

Mereka tahu pasti bahwa aku sedang jatuh cinta

Tetapi mereka tak tahu siapa yang kucintai

 

Hatiku mencintaimu sepanjang hidupku, dan ketika aku mati

Maka tulang-temulangku, kendati hancur, mencintai Mu dalam debu

 

Hari ini aku lupa sembahyang karena cintaku yang meluap-luap

Dan aku tak tahu lagi pagi atau malamkah sekarang

Karena ingatan pada Mu,

wahai Tuhan,

adalah makanan dan minumanku

Dan wajah Mu,

saat aku melihat Nya, adalah penawar deritaku

 

Aku adalah Dia yang kucintai dan

Dia yang kucintai adalah aku


Alfatihah buat Mevlana

Sang guru


SUMBER: Biografi Jallaludin Rumi, Http://ifud17.wordpress.com/syair-rumi/,      http://penyair.wordpress.com/2007/03/29/biografi-jalaludin-rumi/

http://ms.wikipedia.org/wiki/Jalal_al-Din_Muhammad_Rumi

MENELUSURI JEJAL SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA V

 MENGENALI JALALUDDIN AL RUMI

Maulānā Jalāluddīn Muhammad Rūmī (مولانا جلال الدین محمد رومی, Mevlânâ Celâleddin Mehmed Rumi), juga dikenali sebagai Maulānā Jalāluddīn Muhammad Balkhī (محمد بلخى), atau Rumi lahir pada 30 September, 1207 dan wafat pada 17 Disember, 1273, merupakan penyair, Qadi dan ahli teologi Parsi Muslim abad ke 13 Farsi (Tājīk). Namanya membawa maksud ‘Keagungan Agama’, Jalal bererti "agung" dan Din bererti "agama".

Jalaluddin al-Rumi telah dilahirkan di Wakhsh (Tajikistan), daerah Balkh Afghanistan. di Balkh (ketika itu sebahagian dari Khorasan Besar di Negeri Parsi, kini dalam wilayah Afghanistan) dan meninggal dunia di Konya (kini di Turki). Tempat lahir dan bahasa ibunda atau tempatannya menggambarkan latar belakang Farsi. Beliau juga menulis puisi Farsi dan karya-karyanya tersebar di Iran, Afghanistan, Tajikistan, dan dialih bahasa di Turki, Azerbaijan, Amarika Syarikat, dan Asia Tenggara. Sebahagian besar hayat dan era penulisannya ketika pemerintahan Empayar Seljuk. Disamping puisi, beliau juga menulis beberapa rangkap syair atau puisi dalam bahasa-bahasa Arab, Yunani, dan Turki Oghuz.

   Balkh, tempat asal kelahiran Maulanan Jalaluddin al Rumi

Bapanya Bahauddin Valad merupakan seorang tokoh agama yang tersohor. Di bawah didikannya, Jalaluddin menerima pendidikan daripada Syed Burhanuddin. Ketika berumur 18 tahun, keluarga Jalaluddin menunaikan haji dan seterusnya berpindah ke Konya, Turki dan menetap di sana.

Ketika berumur 25 tahun, beliau telah dihantar ke Aleppo (Halab) untuk meneruskan pengajian dan seterusnya ke Damsyik. Jalaluddin al-Rumi meneruskan pengajiannya sehingga berumur 40 tahun. Walau bagaimanapun beliau telah menjadi seorang ‘professor’ atau tenaga pengajar di salah sebuah madrasah di Konya ketika baru berumur 24 tahun iaitu setelah kematian bapanya. Antara gurunya yang terkenal ialah Syed Burhanuddin dan Shamsuddin al-Tibriz. Beliau meninggal dunia di Konya pada tahun 672 Hijrah bersamaan 17 Disember 1273 Masihi setelah dikenali sebagai seorang maulana dalam tarikat kesufian.

Kepentingan Rumi melangkaui batas bangsa, budaya dan negara. Sepanjang abad beliau mempunyai pengaruh besar dalam Kesusasteraan Parsi di samping Kesusasteraan Urdu dan Kesusasteraan Turki. Sajak-sajak karangannya dibaca dengan meluas di negara-negara seperti Iran, Afghanistan dan Tajikistan dan banyak diterjemah ke pelbagai bahasa di dunia dalam pelbagai bentuk.

Potret  Jalaluddin Muhammad Rumi

MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA IV

 

TUHAN TEMUKAN AKU

Dengan lafaz yang terkumpul

Niat diikat ketat

Telah lama bersimpuh di para hati

 

Tuhan

Sujud syukur ku disini

Dilantai Ankara Esenboğa Havalimanı

Tiang seri dan lantai eskelator sebagai saksi

 

Jika tidak dengan DayaMu

Tidak aku jejak bumi sufi

Biarpun langkah masih jauh mencari

Temukan aku dengan permataMu

Agar tidak tercari cari

Hilang dari diri


            Ankara Esenboğa Havalimanı

            24 julai 2022



MENELUSURI JEJAK SUFI JALALUDDIN AL RUMI DI BUMI ANATOLIA III

MENJEJAK KAKI DI BUMI SUFI

ANKARA ESENBOGA TURKIYE AIRPORT

Selepas perjalanan panjang menaiki Mohan Air bebarapa jam  dari Esfahan/ Tehran Iran, kami akhirnya tiba di Lapangan Terbang Ankara Esenboğa Turkiye lebih kurang jam 9.00 am waktu tempatan. 

Agak kepenatan kerana tidur yang kurang lena dan tidak selesa dari Tehran, namun kami sedikit teruja apabila sampai dengan selamat di Lapangan Terbang Ankara, Turkiye. Destinasi pertama  yang menjadi tumpuan tugasan kami.

Lapangan Terbang Ankara Esenboğa (Ankara Esenboğa Havalimanı) ialah lapangan terbang antarabangsa Ankara, ibu kota Turki. Ia telah beroperasi sejak tahun 1955. Pada tahun 2017, lapangan terbang itu telah memberi perkhidmatan kepada lebih daripada 15 juta penumpang secara keseluruhan, 13 juta daripadanya adalah penumpang domestik. Ia menduduki tempat ke-4 dari segi jumlah trafik penumpang (selepas Lapangan Terbang Atatürk, Lapangan Terbang Antalya dan Lapangan Terbang Sabiha Gökçen).

Lapangan terbang ini terletak di timur laut Ankara, 28 km  dari pusat bandar. Lapangan terbang ini dihubungkan dengan Kızılay (pusat bandar) dan Terminal Bas Antara Bandar Ankara ( Ankara Şehirlerarası Terminal İşletmesi, AŞTİ) dengan bas bandar EGO bernombor 442 (dari 6 pagi hingga 11 malam).

Nama lapangan terbang itu berasal dari kampung Esenboğa, yang secara harfiah bermaksud "Lembu Lembu Berangin" atau "Lembu Tenang", bentuk moden Isen Buqa, nama seorang panglima perang Turki dalam tentera Timur yang menempatkan tenteranya di sini semasa Pertempuran Ankara pada 1402.

Lapangan Terbang Antarabangsa Esenboğa telah dianugerahkan sebagai lapangan terbang terbaik di Eropah oleh ACI Europe (Airport Council International) dan anugerah itu disampaikan kepada pegawai lapangan terbang pada 17 Jun 2009 di Manchester.



Di ruang menunggu / lobby airport, sudah siap sedia Mr Nice Guy Ali Ihsan  wakil  MKM Travel agent sudah siap menunggu untuk membawa kami ke Hotel.


Buku Peguam Syarie dan Litigasi Mal di Mahkamah Syariah

 Atas permintaan ramai buku Peguam Syarie dan Litigasi Mal di Mahkamah Syariah telah dibuat cetakan semula, semoga buku ini dapat membantu a...